28?

Hari-hari ini, aku sering merenung tentang perjalanan hidupku. Usia sudah mendekati 28 tahun, dan rasanya seperti waktu berlalu begitu cepat. Baru saja lulus kuliah S1 pada tahun 2024, aku merasa seolah-olah aku berada di persimpangan yang membingungkan. Di satu sisi, ada rasa bangga telah menyelesaikan pendidikan, tetapi di sisi lain, ada ketidakpastian yang menggelayut di pikiranku.

Aku sering membandingkan diriku dengan teman-temanku yang sudah mendapatkan pekerjaan impian mereka, yang sudah mulai membangun karier dan hidup mandiri. Aku merasa tertinggal, bahkan ada kalanya merasa malu. Kadang-kadang, aku merasa terjebak dalam siklus ketidakpastian. Proses mencari pekerjaan tidaklah mudah, banyak lamaran yang sudah aku kirim, tetapi hasilnya sering kali nihil. Setiap kali menerima penolakan, hatiku semakin berat. Seolah-olah aku belum cukup baik. 

Terkadang timbul pertanyaan dalam benakku. Kenapa aku belum bisa mencapai hal-hal yang mereka capai? Apakah ada yang salah dengan diriku? Hm, ada perasaan bahwa aku seharusnya sudah mencapai lebih banyak hal di usiaku yang hampir 28 ini.

Aku tahu bahwa setiap orang memiliki jalannya masing-masing, tetapi sulit untuk tidak membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Ketika teman-temanku berbagi cerita tentang pencapaian mereka, aku merasa seolah-olah langkahku tersendat. Kadang, pemikiran bahwa aku terlambat untuk memulai karierku menghantuiku, menciptakan rasa cemas yang sulit untuk diabaikan.

Namun, mau bagaimana pun, di tengah semua keraguan ini, aku mencoba berusaha untuk tetap positif. Aku mengingat bahwa perjalanan ini adalah milikku sendiri, dan setiap langkah yang aku ambil, meskipun lambat, adalah bagian dari proses menuju masa depan yang lebih baik. Aku belajar untuk menghargai setiap usaha yang aku lakukan, meskipun hasilnya belum sesuai harapan.

Dengan harapan, aku terus mencari dan berusaha, percaya bahwa suatu saat aku akan menemukan tempatku di dunia ini. Mungkin aku memang terlambat menurut standar umum, tetapi aku yakin bahwa setiap orang memiliki waktu yang tepat untuk bersinar. Dan aku bertekad untuk tidak menyerah. (mungkin).


---

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Judulnya apa ya?

Kalo hidup gue ini film, lo mungkin bukan pemeran utama dari awal. Tapi lo muncul di tengah-tengah, bawa plot twist dan energi baru yg bikin cerita jadi rame. Kayak karakter tambahan yg tanpa sengaja nyuri spotlight . Gilaaa, Lus. Lo masuk kayak tokoh tamu, tapi akhirnya langganan episode. Tahun 2021. Waktu itu gue duluan yg ngekos, eh, numpang hidup maksudnya wkwk —di rumah bertingkat yg lumayan besar. Rumah tingkat yg dibawah adem diatas panas (iyaa tinggal di Medan itu memang serba panas:v). Tapi ya, somehow gue betah. Rumah itu punyaa.. ah ga tau deh, ngejelasinnya ribet, malas. Orangnya baik, walau kadang aura “ pemilik rumah ”nya muncul kalau kita kelamaan selonjoran. Lalu, seperti sinetron yg suka kasih jeda iklan, gue sempat balik ke Siantar. Cuma beberapa waktu. Entah buat recharge energi atau ngadem dari drama rumah, gue lupa. Tapi pokoknya gue balik. Nah, waktu gue balik lagi ke Medan... Taraaa! Plot twist muncul. Ada lo. Cewek dengan potongan rambut pendek, kulit kayak ...
Baca selengkapnya

Huftt

Kadang aku mikir " apa iya, aku ini beban? " Nggak cuma di rumah, tapi juga di hidup orang-orang yang aku sayang. Termasuk kamu. Iya, kamu yang aku anggap sebagai rumah. Aku tau umurku nggak lagi muda—28 tahun. Orang bilang, seharusnya udah mapan. Udah bisa bantu keluarga, udah nggak ngerepotin. Tapi apa? Aku malah masih di titik ini. Malah stuck di titik ini. Masih jatuh bangun, masih belum bisa kasih banyak. Aku belum bisa bantu banyak. Tapi aku tetap bantu, aku bantu sebisaku, aku bantu pakai tenaga. Tapi.. tetap aja masih kurang. Kurang layak dan kurang cukup. Kayak semua yang aku lakuin, tetap nggak berarti apa-apa. Seolah-olah keberadaan ku cuma dihitung dari berapa yang bisa aku kasih, bukan siapa aku sebenarnya. Apa tenagaku nggak cukup? Apa semua harus diukur dari uang? Aku capek. Iya, aku capek karena terus merasa “ kurang ”. Apapun yang aku lakukan, selalu terasa nggak cukup baik. Seakan keberadaan ku baru berarti kalau bisa nyetor nominal. Aku capek denger kalimat...
Baca selengkapnya