Huftt 2

Aku capek.

Iya aku capek sama dunia pertemananku. Capek jadi satu-satunya yang effort. Capek aku yang mikirin dia, aku yang ngertiin, aku yang ada waktu dia butuh. Tapi giliran aku yang lelah, semuanya sepi. Iya sepi.

Mungkin aku yang salah. Mungkin aku aja yang terlalu nganggep dia sahabat. Mungkin dia nggak pernah nganggep aku segitunya. Sakit sih, tapi aku mulai sadar, mungkin aku berharap terlalu banyak dari seseorang yang nggak pernah berniat tinggal.

Dia nggak bisa jaga perasaanku. Entah karena dia nggak peka, atau memang nggak peduli. Yang jelas, aku berkali-kali ngerasa diremehkan, dilupain, diabaikan. Dan yang paling nyesek, aku tetap stay, berharap dia berubah, berharap dia akhirnya lihat aku.

Sampai akhirnya aku bilang ke dia,
“Lakuin aja semaumu gimana.”
Kalimat itu keluar bukan karena aku nggak peduli, tapi karena aku udah terlalu lelah peduli sendirian.
Aku nggak bisa terus-terusan ngerti dia, sementara dia nggak pernah coba ngerti aku.

Tapi sekarang aku mulai belajar...
Bukan, ini bukan soal aku yang terlalu sensitif. Ini soal aku yang punya hati. Dan aku layak diperlakukan dengan baik kan? Aku layak punya sahabat yang juga lihat aku sebagai anugerah, bukan cadangan kan?
Aku belajar untuk berhenti ngejar yang nggak mau tinggal. Aku belajar untuk jaga hati—bukan karena aku dendam, tapi karena aku juga berharga.



Hmm sial!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

28?

Judulnya apa ya?

Huftt